Menjadi dokter spesialis adalah cita-cita bagi banyak dokter umum. Mendapat banyak akses untuk mempelajari kompetensi yang dipilih, memiliki kompetensi yang memadai di bidang yang ditekuni, mampu menolong pasien dengan kegawatan tertentu, dan memiliki jenjang karir yang mapan ialah beberapa keunggulan yang dimiliki oleh dokter dengan gelar spesialis tertentu.
Menurut data dari Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), di Indonesia terdapat 38 Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis (PSPDS). Salah satu diantaranya ialah PSPDS Emergensi Medisin. Di masyarakat kata Emergensi lebih familiar dengan sebutan gawat darurat (gadar). Dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis biasa disebut dengan residen.
Seorang residen Emergensi di masa pendidikan memang dilatih untuk bisa menangani masalah kegawat daruratan seperti menangani korban kecelakaan lalu lintas, serangan jantung, dan penyakit akut. Ketika lulus residen Emergensi akan memperoleh gelar Sp.Em (Spesialis Emergensi).
Berikut 5 fakta seputar dokter spesialis emergensi yang masih belum banyak diketahui oleh publik:
Wajib bekerja di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Berbeda dengan dokter spesialis lainnya, dokter spesialis emergensi nantinya harus bekerja di rumah sakit, tepatnya di Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau di Departemen Emergensi. Tugas seorang dokter spesialis emergensi ialah menstabilkan kondisi pasien sebelum menjembatani pasien ke dokter spesialis yang diperlukan untuk menangani pasien lebih lanjut.
Pasien yang datang ke IGD keluhannya beragam, mulai dari masalah yang terkait dengan sistem syaraf, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan masalah terkait kehamilan. Untuk dapat melakukan tindakan emergency, dokter spesialis emergensi tidak bisa bekerja sendiri, melainkan harus bekerja sebagai partner dokter spesialis lain dalam tim agar pasien dapat tertangani dengan baik.
Keharusan untuk bekerja secara tim inilah yang membuat dokter spesialis emergensi harus bekerja di departemen emergensi dan tidak bisa membuka praktek mandiri seperti dokter spesialis lainnya.
Memiliki Ranah Pelayanan Kesehatan di Pre-hospital, Hospital dan Disaster
Peran dokter spesialis emergensi ialah untuk menangani kondisi pasien emergensi baik di pre-hospital, hospital (Emergency room) dan di kondisi disaster (bencana). Pelayanan Pre-hospital merupakan pemberian tindakan dimana pertama kali korban ditemukan, selama proses transportasi hingga pasien tiba di rumah sakit. Pelayanan pada pre-hospital dapat digunakan sebagai acuan penentu kondisi korban selanjutnya. Pemberian perawatan pre-hospital yang cepat dan tepat dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan karena trauma. Pada fase pre-hospital keberhasilan pertolongan pertama gawat darurat tergantung beberapa komponen yaitu: akses masyarakat ke petugas terlatih atau akses petugas terlatih kemasyarakat atau korban, komunikasi yang dapat dimanfaatkan, serta ketersediaan sarana gawat darurat.
Pelayanan Hospital merupakan pemberian tindakan di rumah sakit. Untuk dokter spesialis emergensi yang bertugas di IGD biasanya memiliki prosedur penanganan berupa triase pasien yaitu penggolongan pasien berdasarkan tingkat kegawatannya. Biasanya menggunakan simbol Red zone, Yellow zone dan Green zone. Pasien Red zone (gawat darurat) ialah pasien yang menjadi fokus utama karena membutuhkan resusitasi, pasien Yellow zone (gawat tidak darurat), dan pasien Green zone (tidak gawat tidak darurat) biasanya tidak memerlukan waktu lama untuk pulang. Dokter spesialis emergensi bekerjasama dengan dokter umum dalam membantu diferensiasi kasus-kasus yang belum jelas arahnya. Jika terjadi perburukan, maka Dokter Sp.Em turun tangan membantu. Juga turut menjadi penghubung antara pasien dengan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
Pelayanan di kondisi disaster (bencana) merupakan pelayanan pasien di kondisi bencana. Agar mampu memberi pelayanan kesehatan yang optimal di kondisi bencana, dokter spesialis emergensi harus bekerja sama dengan berbagai sektor. Baik sektor medis maupun non medis.
Menjadi Dokter di Gelaran Sport Event
Salah satu keunggulan menjadi seorang dokter Sp.Em ialah mendapat kesempatan untuk menjadi tenaga kesehatan di gelaran sport event. Pada tahun 2018 lalu melalui Perhimpunan Dokter Ahli Emergensi Indonesia (PERDAMSI), puluhan dokter spesialis emergensi digandeng oleh Kemenkes dan Inasgoc untuk menjadi tenaga kesehatan di gelaran Asian Games dan Asian Paragames. Pada tahun 2021, Kemenkes kembali menggandeng dokter spesialis emergensi untuk menjadi tenaga kesehatan di event Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua dan gelaran event World Superbike/WSBK di sirkuit Pertamina Mandalika di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Sedangkan pada tahun 2022 ini jika tidak ada aral melintang, Kemenkes kembali menggandeng dokter spesialis emergensi melalui Perdamsi untuk menjadi tenaga kesehatan di event MotoGP Mandalika. Event kejuaraan balap motor tingkat dunia yang rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 18-20 Maret 2022 di Sirkuit Mandalika.
Memerlukan Waktu Minimal 4 Tahun Untuk Mendapat Gelar Sp.Em
Untuk memperoleh gelar Sp.Em di belakang nama, diperlukan waktu minimal 4 tahun atau 8 semester. Pendidikan dokter spesialis emergensi terdiri dari Basic Specialist Training (BST) dan Advanced Specialist Training (AST) yang masing-masing dapat ditempuh selama 2 tahun.
AST memiliki sistem pembelajaran yang hampir sama seperti program pendidikan dokter umum, hanya lebih fokus di IGD. Sedangkan untuk BST para dokter residen ditempatkan di IGD RS jejaring di daerah.
Hanya ada Satu Universitas di Indonesia yang Menghasilkan Dokter Spesialis Emergensi
Di Indonesia, Pendidikan Dokter Spesialis Emergensi baru ada di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Berdirinya Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Emergensi dimulai dengan terlaksananya kerjasama Universitas Brawijaya dengan SIF (Singapore International Foudation).
Berawal dari kerjasama dengan Rotary Club Malang, maka pada Oktober 1997 organisasi SIF dengan tim spesialisnya, yang mewakili disiplin Ilmu Kedokteran Emergensi berkunjung ke Fakultas Kedokteran UB, dimana mereka merupakan para pelopor dari perkembangan Ilmu Kedokteran Emergensi di Singapura.
Upaya untuk mendirikan Emergency Room di Malang terus dilakukan melalui serangkaian rapat yang dihadiri dan didukung penuh oleh disiplin ilmu terkait. Hingga pada tahun 2003 secara ”resmi” pendidikan Ilmu Kedokteran Emergensi dimulai dengan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sebagai RS wahana pendidikan. Hingga kini FK Unibraw telah meluluskan 69 dokter spesialis emergensi.
WhatsApp us